Kisah Diang Ingsun dan Eksplorasi Megalithic Venue di Pagat, Batu Benawa HST

Senin, 01/11/2021, tim Nalagareng Resources melakukan eksplorasi bukit terbengkalai yang selanjutnya akan kami sebut sebagai Megalithic Venue di objek wisata alam Pagat Batu Benawa. Object ini berada di Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa, Kabuaten Hulu Sungai Tengah. Lokasi wisata ini berjarak sekitar 7 km dari kota Barabai.

Megalithic Venue ini tadinya adalah bukit yang bisa dijelajahi oleh wisatawan, telah dibangun anak tangga dari semen dan kayu untuk memudahkan wisatawan sampai ke puncak. Namun seiring dengan meningkatnya kasus positif Covid-19 pada 2020 lalu, tempat ini menjadi tidak terurus dan pelan-pelan terlupakan. Terputusnya akses berupa rakit dan jembatan gantung yang biasa digunakan wisatawan untuk menyebrang juga menjadi salah satu faktor ditinggalkannya tempat ini.

Denga situasi ini, kami terpaksa menggunakan rakit yang ditarik oleh Paman Bain untuk menyebrang. Kami langsung bisa merasakan hawa dingin yang berasal dari dalam goa di kaki bukit Batu Bini. Akses mendaki terbilang Mudah, hanya saja tetap harus berhati-hati dikarenakan tingkat kecuraman beberapa anak tangga yang mencapai kemiringan 80 derajat. Ketika berada dipuncak, kita bisa menikmati landscape pegunungan meratus sambil bersantai di fasilitas shelter yang telah disediakan.

Legenda Diang Ingsun

Dikisahkan zaman dahulu kala, hidup seorang janda bernama Diang Ingsun dan putra tunggal nya yang bernama Raden Penganten di Desa Pagat. Mereka hidup dengan sederhana dan hanya memanfaatkan belas kasih alam untuk bertahan hidup. Suatu hari ketika Raden Penganten telah beranjak dewasa, ia punya keinginan kuat untuk memperbaiki nasib dengan merantau, mencari pengalaman dan mengadu nasib di negeri orang. Keinginan ini tentu ditentang oleh ibunya, namun demikian keras kemauan Raden Penganten, akhirnya Diang Ingsun mengalah dan merestui kepergian putra tunggal nya dan berpesan untuk membawakan ia oleh-oleh apabila anaknya kembali dari perantauan.

Artwork by Andreas Rocha

Berangkatlah Raden Penganten ke Negeri yang jauh berbekal tekad dan restu sang ibu. Di Negeri itu ia memulai lembaran baru dengan misi mengubah nasib agar menjadi lebih baik. Ia menjadi kepercayaan banyak orang dan mendapatkan rezeki yang banyak karena perbuatan jujur nya. Sehingga dari rezeki itu ia mampu menabungkan uang nya dan dipergunakan untuk membeli barang-barang berharga untuk dapat dibawa kembali kelak. Di Negeri itu pula Raden Penganten berhasil mempersunting seorang putri yang cantik parasnya, dengan demikian maka Raden Penganten tinggal di perantauan untuk beberapa tahun lamanya.

Sampai pada suatu ketika, timbul lah niat Raden Penganten untuk kembali dan menjumpai ibunya. Ia membeli sebuah kapal dan memenuhi kapal tersebut dengan barang-barang berharga yang telah di belinya. Ketika Sudah tiba waktunya, berangkatlah ia bersama istri nya menuju kampung halaman tempat ia di asuh ibunya dengan kasih sayang sampai tumbuh dewasa.

Artwork by Lee Fitzgerald

Berita kedatangan Raden Penganten ini menyebar dengan cepat, dan terdengar pula oleh ibunya. Diang Ingsun yang teramat merindukan putra semata wayang nya itu benar benar senang dan tergesa-gesa menuju pelabuhan. Namun kenyataan berkata lain, jangankan membawa oleh oleh yang dipesannya, Raden Penganten bahkan enggan mengakui Diang Ingsun sebagai ibunya di hadapan sang istri karena penampilan Diang Ingsun terlihat tua dan seadanya. Walau kecewa dan sedih, Diang Ingsun tetap berusaha menginsafkan putranya yang durhaka itu, namun Raden Penganten tetap enggan mengakui nya sebagai Ibu dan malah membelokkan kapalnya meninggalkan pelabuhan.

Dengan kekecewaan yang teramat dalam atas perilaku putranya itu, Diang Ingsun berdoa kepada yang maha kuasa agar anaknya mendapatkan balasan yang setimpal atas perilaku durhakannya. Naas nasib Raden Penganten, ia mendapat tulah akibat durhaka pada ibunya. Seketika itu juga terjadi badai dan topan yang membelah kapal menjadi dua dan membinasakan seluruh isi dan penumpang kapal itu. Adapun puing-puing kapal itu terbawa arus kembali ke desa Pagat dan terdampar hingga berubah menjadi gunung batu yang dinamakan Gunung batu benawa.

Share this article

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *